Skip to main content

Gerakan Moral Pilkada dengan Istighotsah

Beberapa waktu lalu, saya dengan beberapa teman sowan pada Wakil Rois Am, KH. M. Tolchah Hasan. Tujuannya mau ngundang beliau sebagai pembicara dalam Istighotsah kubro menjelang pilkada pada 20 April ini. Tapi sayang, beliau sedang harus di Jakarta pada hari itu. "Saya tidak bisa hadir, tapi saya setuju dengan gerakan ini."
Saya sempat terperangah ketika beliau menyebut ini sebagai 'gerakan'. Dan beliau meneruskan. "NU Pasuruan telah mencoba untuk tidak ikut-ikutan logika pengurus dan pimpinan NU yang akhir-akhir ini banyak yang (maaf) 'TELER', tidak tahan dengan cobaan jabatan sehingga mau dirayu partai politik untuk menjadi jago dalam Pilkada. Padahal dengan begitu, mereka akan menjauh dengan kemauan warganya." Di sisa keterkejutan, saya membenarkan pendapat itu. Beliau benar.
Memang, Ancaman disintegrasi dan perpecahan di tengah masyarakat akibat suhu politik menjelang pilkada telah menginspirasi PCNU Kabupaten Pasuruan untuk menyelenggarakan kegiatan Istighotsah Kubro yang akan dilangsungkan 11 hari sebelum kampanye dimulai. Tidak tanggung-tanggung, PCNU mengajak Polres Pasuruan, KODIM 0819, KPU dan Pemerintah Kabupaten untuk bersama-sama sebagai penyelenggara Istighotsah yang akan dilaksanakan pada Ahad pagi, 20 April di Lapangan Warungdowo (depan kantor baru PCNU). Gerakan moral kerja sama lima institusi ini diharapkan memberikan dampak signifikan bagi terciptanya penyelenggaraan Pilkada yang sejuk, aman dan damai serta menghasilkan kepimimpinan daerah yang lebih mashlahah bagi masyarakat kabupaten pasuruan.

Comments

Popular posts from this blog

Obituari Kyai Mukhlason: 'Lentera' Itu Telah Padam

Namanya Kyai Muhlashon. Usianya sebaya dengan ayahandaku, 65-an tahun. Konon mereka berdua, satu pondok nyantri ke Kyai Jazuli, Ploso, Kediri. Karenanya, dia selalu baik padaku. Terasa sekali, kalau dia menganganggapku anak. Walau dia bungkus dengan sebuah penghormatan 'formal' padaku. Dia selalu memposisikan 'bertanya' kepadaku. Hanya karena dia pengurus MWC (pengurus NU di tingkat kecamatan). Sehingga merasa harus bertanya dan 'taat' pada kebijakan Pengurus Cabang. Acapkali aku merasa risih. Bukan hanya karena selisih umur yang hampir separuh, tetapi juga karena beliau syuriyah NU, pemegang kebijakan tertinggi di NU. Bahkan Rois Syuriyah. Sementara aku hanya tanfidziyah (pelaksana), dan itupun hanya sekretaris. Belum lagi, bila diperbandingkan 'jasa' beliau membina ruhani dan syari'at ummat. Waduh, gak ada apa-apanya. Aku hanya sebutir pasir di tengah gurun perjuangan yang dia jalani selama ini. Betapa tidak. Tiap malam, dia mengasuh pengajian ruti

Sindikasi Media-Media NU

Liberalisasi ekonomi di Indonesia berakibat pada penguasaan sektor strategis oleh pihak swasta terutama swasta asing. Eksistensi kita sebagai bangsa menjadi terancam. Bila tak ada perlindungan memadai dari negara, maka bisa dipastikan rakyat Indonesia akan menjadi obyek langsung liberalisme dan kapitalisme dunia. Salah satu sektor strategis yang hampir sepenuhnya dikuasai swasta (domestik dan asing) adalah sektor media. Oligopoli industri media telah membawa Indonesia pada ancaman serius di bidang kebudayaan mengingat industri media lebih menempatkan aspek bisnis sebagai misi utama mengesampingkan aspek budaya baik berupa norma sosial maupun agama. Sinyalemen Pakar Komunikasi Massa Dennis Mc Quail: conten of the media always reflects who finance them (isi media apa kata siapa pemilik media) benar-benar terbukti. Ketika Media dimiliki oleh kaum kapitalis (sebagian di antaranya kapitalis media internasional), maka pesan yang keluar dari media (cetak, elektronik dan internet) lebih

Televisi dan Cinta Kiai Nizar pada Gus Dur

Malam Ahad, 28 Shafar 1444 Hijriyah, bertepatan 24 September 2022, digelar peringatan 21 tahun wafat KH Nizar Hafidz, Pengasuh PP Hidayatullah, Tampung, Kalirejo, Kecamatan Gondangwetan, Pasuruan. Saya mencoba mengenang sosok istiqamah, sabar, alim, dan sangat mencintai ilmu ini. Semoga menjadi ibarat dan isarat kebaikan bagi kita semua. Kiai Nizar adalah suami Bik Roh, bibi (adik abah) saya, Nyai Hariroh binti KH Birrul Alim. Karenanya, saya memanggil Kiai Nizar dengan Man Nizar. Man Nizar lama mondok di Sidogiri, era Kiai Abdul Jalil, Kiai Abdul Adzim hingga Kiai Kholil. Man Nizar diambil menantu untuk mengembangkan Pondok Tampung oleh Mbah Birrul Alim yang pernah menjadi pengasuh sementara Sidogiri saat transisi kepangasuhan dari Kiai Jalil ke Kiai Kholil Nawawi.  Mbah Birrul Alim sendiri menjadi pengasuh Pondok Tampung, karena sebagai santri senior di Pondok Sidogiri, diambil menantu Mbah Tolchah Tampung, dinikahkan dengan Nyai Masniyah (ibu abah saya, Kiai Muzakki). Begitulah tra