Posts

Kiai Medsos dan Perubahan Paradigma Beragama

Image
Senang atas terbitnya buku 'Kiai Medsos: Menakar Kontestasi Moderasi Beragama dalam Ruang Digital', yang diadaptasi  penulisnya, Iqbal Hamdan Habibi, dari thesisnya di UIN Sunan Ampel Surabaya. Kaum muda dan media sosial sudah menjadi dualitas, dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Bagus dong, kalau mereka menulis sendiri problem yang sedang dan akan terus dihadapi, plus mencoba mencari solusinya, apalagi ditulis via standarisasi metode penulisan ilmiah. Keren pastinya. Karenanya, di tengah padat-sempat, saya sanggupi menulis epilog di buku ini: Kiai Medsos dan Perubahan Paradigma Beragama. Buku ini layak dibaca. Data, teori yang digunakan, dan analisisnya bisa membantu kita memahami peta dan trend dakwah di era digital. Recommended! -------- Setelah menyimak buku ini, saya semakin yakin bahwa media sosial adalah medan pertempuran (battle zone) yang seru dan terbuka bagi kontestasi ide, gagasan dan paradigma tentang apapun, termasuk dalam beragama dan cara menjalankan ni

PMII dan Visi Besar Para Aktivisnya

Image
Orang-orang Hebat tak selalu datang dari kota. Banyak di antara mereka, justru berangkat dari desa. Visi besar, kesungguhan dalam mewujudkannya serta doa orang tua adalah tiga mesin kembar yang mendorong banyak tokoh ke puncak kehebatannya. Saya mau bercerita Ainun Najib, 'anak daerah' yang kini tinggal di Singapore, menjadi salah satu pimpinan di Perusahaan Grab, sebagai Head of analytics, platform and regional business. Awalnya Ainun, santri biasa, di. pelosok sebuah desa di Gresik, masih 30 Kilometer dari pusat kota. Nama desanya Balongpanggang.  Saat masih di Madrasah, Ainun Najib bercita-cita menciptakan mobil terbang, seperti Pak Habibie yang bisa bikin pesawat Terbang. Visi besar, kecerdasan/kesungguhan, dan doa orang tua membawanya ke kota. Setelah MI, dan lanjut ke SMP di kecamatan, Ainun diterima di SMA Negeri 5 Surabaya. Di sekolah favorit ini menjajal kesungguhannya, hingga mewakili Indonesia dalam Olimpiade Matematika Asia Pasifik. Visi besarnya untuk tidak menyera

Televisi dan Cinta Kiai Nizar pada Gus Dur

Image
Malam Ahad, 28 Shafar 1444 Hijriyah, bertepatan 24 September 2022, digelar peringatan 21 tahun wafat KH Nizar Hafidz, Pengasuh PP Hidayatullah, Tampung, Kalirejo, Kecamatan Gondangwetan, Pasuruan. Saya mencoba mengenang sosok istiqamah, sabar, alim, dan sangat mencintai ilmu ini. Semoga menjadi ibarat dan isarat kebaikan bagi kita semua. Kiai Nizar adalah suami Bik Roh, bibi (adik abah) saya, Nyai Hariroh binti KH Birrul Alim. Karenanya, saya memanggil Kiai Nizar dengan Man Nizar. Man Nizar lama mondok di Sidogiri, era Kiai Abdul Jalil, Kiai Abdul Adzim hingga Kiai Kholil. Man Nizar diambil menantu untuk mengembangkan Pondok Tampung oleh Mbah Birrul Alim yang pernah menjadi pengasuh sementara Sidogiri saat transisi kepangasuhan dari Kiai Jalil ke Kiai Kholil Nawawi.  Mbah Birrul Alim sendiri menjadi pengasuh Pondok Tampung, karena sebagai santri senior di Pondok Sidogiri, diambil menantu Mbah Tolchah Tampung, dinikahkan dengan Nyai Masniyah (ibu abah saya, Kiai Muzakki). Begitulah tra

Pesantren, Mata Rantai Ilmu dan Obsesi Para Shaleh Terdahulu

Image
Dari para shaleh terdahulu, kita telah diwarisi energi dan kebaikan. Pondok Pesantren adalah salah satu warisan itu. Ia tak sekadar lembaga pendidikan, melainkan gugusan mata rantai sanad keilmuan agama yang memungkinkan kita tersambung dengan Sang Agung Muhammad SAW. Saya akan bercerita tentang sebuah Pesantren di sebuah pedesaan Kabupaten Pasuruan. Walau di pelosok dan sering diledek Mewah (Mepet Sawah), pesantren ini menawarkan sebuah obsesi yang melampaui jamannya. Kini, pesantren desa ini mudah ditemukan, seiring melebarnya akses tol di Pulau Jawa. Di sisi kiri Jalan Tol Trans Jawa Ruas Pasuruan-Probolinggo, tepatnya di KM 800an, Anda akan menemukan pesantren itu, di bibir jalan tol. Dari Mewah, menjadi Mentol (Mepet Nian Jalan Tol)!  Pesantren Darul Ulum Karangpandan berdiri dan didirikan pada 1952 oleh Kyai Hasyim Thoha dan KH Ma'shum Almubarak. Paduan duet mertua dan menantu yang mengejawantahkan konsepsi Alqur’an: Wajahidu bi-amwalikum wafisukum. Berjuanglah kalian, di jal

Darul Ulum Tetap Jaya, yang Melegenda

Image
Sebuah lagu indah, penuh energi digubah, diciptakan oleh seorang ulama perempuan pesantren, almarhumah ibunda,  Allahyarhamha Mahmudah binti Hasyim (1952-2006). Judulnya kira-kira 'Darul Ulum Tetap Jaya', sesuai pesan utama dan kata yang paling sering muncul di dalamnya. Ibu menulis syair hingga menyusun nada lagu untuk pesantren dan santri-santrinya tercinta di PP Darululum Karangpandan, Rejoso, Kab Pasuruan untuk momen HUT pesantren. Diciptakan kisaran waktu 1970an hingga awal 1980an.  Setiap acara Haflah Imtihan, semacam perayaan (haflah) berakhirnya masa ujian (imtihan), lagu ini dipastikan berkumandang. Ketika ibunda masih ada, biasanya ditampilkan sebagai salah satu nomor lagu dalam perform Group Qosidah 'Dakwatus Shalihah', kelompok seni samroh untuk santri putri yang dibina langsung oleh ibunda bersama ayahanda Ust Abdus Syakur Cholil. Di tahun 2000-an ini, ada yang berinisiatif mengaransemen ala lagu qasidah modern Nasyida Ria, membuatnya menjadi lebih indah, e

Ning Mahmudah dan Lembaran Buku Pidatonya

Image
Tulisan ringan ini, mulanya sebagai pengantar sebuah buku pedoman ekstrakuler retorika di MA Darul Ulum Karangpandan, Pasuruan. Karena tentang bagaimana membangun kemampuan public speaking, saya berkisah pandangan mata bagaimana mendiang ibu saya, Nyai Mahmudah binti Hasyim menyiapkan santri-santri putrinya menjadi 'singa podium'. Mengisahkannya kembali sembari berdoa, agar tanaman jariyah yang disemai dan dirawat selama hidupnya tumbuh dan terus mengalir menemani bahaginya di haribaan Allah Dzat Maha Kaya. Setiap akhir Sya'ban, jelang ramadhan seperti ini, kami semua berkumpul berkirim doa, sekaligus mengobati kerinduan setelah 15 tahun lamanya beliau kembali ke alam keabadian. Untuknya, Fatihah terindah...  ------- Salah satu ciri beda dan keunggulan 'wetonan' atau 'weton' Karangpandan adalah kemampuannya berperan mengamalkan ilmu dan menjadi penggerak dakwah/pendidikan di tengah masyarakatnya. Weton Karangpandan yang saya maksud adalah santri didikan Daru

Obituari Ning Mahmudah: Kisah Sepotong Tempe

Image
Bahagia itu, punya ibunda yang hobby -nya menyenangkan hati orang. " Idkhalus surur kata kanjeng nabi itu shadaqah. Tak punya cukup uang,  jangan menghalangi berbuat baik, bersedekahlah dengan cara menyenangkan hati orang lain...." kata ibunda suatu ketika. Nama beliau, Mahmudah binti Hasyim, putri pasangan Mbah Hasyim dan Mbah Mila. Masyarakat di kampung dan juga santri dan para alumni pesantren, memanggil beliau: Ning Mahmudah. Saya dan adik-adik memanggil beliau, Ibu (pasnya, Ibuk). Para keponakan, misanan-misanan saya, sangat dekat dengan Ibu. Dianggapnya sebagai anaknya sendiri. Mereka memanggil Bik Dah atau Wak Ibu Dah. Ibu memang menyenangkan, humoris. Konon, itu mewarisi Mbah Kakung, Mbah Hasyim. Saya tahu itu, dari nenek, Mbah Mila. Kalau Ibu 'beraksi' dengan cerita-cerita lucu yang sebenarnya diulang-ulang itu, Mbah Mila sering menyela. "Wis ta Dah. Cek persise Bapakne!" (Sudah, sudah. Persis banget sama ayahmu). Itupun Mbah Mila protes sa