Posts

Showing posts from May, 2009

Ngobrol Pluralisme (2): Andai Dimaknai Keterlibatan dalam Keberagamaan

Image
......... “Yes…!! I get it... “ Akhirnya FB menuntunku ‘bersua’ dengan sahabatku, Arif Zamhari. Dimataku, akademisi pintar ini pantas diacungi jempol. Kebaikannya membimbing dia ke posisinya sekarang. Ketekunannya membawa dia menjadi seorang Philosophy of Doctor (PhD), jebolan Australia. Kesahajaannya menarik hati seorang tokoh nasional menjadikan dia menantu (hehe..). Ceritanya menarik. Tapi sayang, ‘off the record’. Tapi ini, bukan soal pribadi dia. Tapi soal lanjutan obrolan pluralisme, yang menjadi semakin gayeng dengan kehadiran dia. Arif memang spesialis ‘pemikiran islam’. Hobby-nya, menggali resonansi pemikiran ulama salaf (pesanten). Lantas, dia analisis menurut perspektif pemikiran modern. Jadi wajar, bila dia mengomentari obrolanku dengan Saiful tentang pluralisme, dengan nuansa yang lebih luas. “Pluralisme, liberalisme dan sekulerisme (atau sering disingkat dengan SIPILIS) oleh MUI diharamkan karena menyamakan faham ini dengan keyakinan bahwa semua agama adalah benar. Andai

Ngobrol Pluralisme (1): Dimana Perbedaan Harus Ditempatkan?

Image
Gara-gara statusku di FB tentang ketinggalan nonton 'Satu Jam Lebih Dekat' dengan Rhoma Irama di tvOne., aku harus terlibat diskusi yang jauh dari tema itu. Yakni, tentang pluralisme. Hingga dalam pertengahan diskusi, aku masih belum sadar, kalau tema ‘pluralisme’ pernah menjadi kontroversi dalam dunia fatwa di Indonesia. Awalnya, temen (baru)ku itu berkomentar ‘porto folio’ dalam profilku di FB. Namanya Saiful. Aku Masih belum terlalu kenal dia. Tapi aku yakin, dia orang baik. Sepertinya dia pegiat ilmu social dan demokrasi. Saiful: gus hakim trnyata msh masuk kaum muda, asyik lht infonya.. Hakim: hehe, saya memang dididik ortu jadi pluralis, sejak kecil. Untuk mengais kebenaran dari manapun. Asalkan, sumbernya dari Allah. hehe... Saiful: bs diskusi soal pluralisme dong!! waduh knp sy mau jd dkt sm panjenengan, nih gus Hakim: aku gak ngerti teorinya. ngertinya mung 'udkhuluha bi abwabin mutafarriqah'. hehe Saiful: sm yg pnting dlm diskusinya kt sdg merayakan perb

Anomali Politik Orang NU...

Image
Aku seneng. Aku patut berterima kasih pada Face Book. Kawan lamaku di pondok Gading, Malang, kirim pesan. Namanya Muhajir. Kami memanggilnya dengan 'Gus Hajir'. Gus santun, yang cenderung pendiam, dan 'alim. "Saya sekarang di Tegal," tulisnya mengawali. Kemudian dia mengajukan dua pertanyaan yang cukup berbobot.  Terus terang, saya tak menyangka pertanyaan itu datang dari dia. Apalagi, di penghujung pertanyaannya, dia juga menyampaikan pernyataan dan opininya. "Njenangan Gusdurian,.. terus pendapatnya tntang PKB sekrang gimana? memang Pak Hakim ndk aktif di partai ya?" Dia kemudian melanjutkan. "Mnurut Njenengan tentang buku "ilusi negara islam" mmang isinya valid apa ndak?. terus terang bagi sy sendiri ora perduli sapa yang jadi pemimpin, apapun bentuk negaranya, mau negara islam, demokrasi atau sistem diktator sekalian. Yang penting adil. percuma sy milih orang NU tapi moralnya bobrok...." Aduh... sebuah ironi dia angkat. Sebuah ano

'Geger FB Haram': Ini Sebenarnya....

Image
Fatwa Face Book haram, mencengangkan hampir semua orang. Bahkan menyebar dengan cepat di media, khususnya di obrolan jejaring social ‘face book’ sebagai pesakitan. Tapi bagaimana sebenarnya? Ternyata, ada sebuah miskomunikasi antara realitas dan persepsi media terhadap peristiwa tersebut. Apa sebenarnya yang terjadi? 'Ini Sebenarnya..." (Meminjam jargon sebuah bumper acara salah satu radio dangdut di Surabaya/Gresik). Adalah sebuah diskusi kompilasi hukum (biasa dikenal dengan istilah bahtsul masail). Yang mengadakan adalah para ‘fuqaha perempuan’ atau para ustadzah/santri pesantren putrid di Jawa Timur. Kebetulan Lirboyo, kebagian menjadi tuan rumah. Masalah yang dimunculkan bertajuk: ‘Trend PDKT via HP’. Berikut pertanyaan dan rumusan jawabannya. Dewasa ini, perubahan yang paling ngetop dengan terciptanya fasilitas komunikasi ini adalah trend hubungan muda-mudi (ajnabi) via HP yang begitu akrab, dekat dan bahkan over intim. Dengan fasilitas audio call, video call, SMS, 3G, C

Menulislah, Seperti Kala Kita Ngobrol..

Image
Menulis itu tak sulit. Tapi akan jadi sulit kalau tak mencoba. Menulis seperti berenang. Tak cukup dengan hanya membaca buku 'cara berenang'. Berenanglah... Mungkin kita nyaris tenggelam, gelagapan . Tapi setelah itu kita akan belajar, bagaimana agar tidak tenggelam.. Lama-lama kita akan bisa berenang. Menulis sama dengan bicara. Sama-sama berkomunikasi. Kita menulis, karena kita ingin bercerita kepada orang lain. Bukan pada diri (saja). Maka kita harus tahu diri, bahwa tulisan kita harus dimengerti orang lain. Menulislah... Tapi simak dulu, sebuah perbincangan 'chatting' dengan kawan berikut ini. Ketika aku diminta mengomentari tulisan di 'blog'-nya. hakimjayli: ide tulisanmu udah bagus... hakimjayli: tapi... tera' athena: apa? hakimjayli: kamu harus bisa mengendalikan perasaanmu sendiri... hakimjayli: kamu masih terlihat menumpuk emosimu.. hakimjayli: emosi: bukan berarti kemarahan, lho... hakimjayli: kamu harus bisa memanage emosimu hakimjayli: agar kamu

Asyik Juga, Diskusi Politik dengan Para Gus

Image
Selasa (12/3) kemarin, saya diminta Mas Ahmad Sidogiri untuk memandu diskusi. Saya mau, karena pesertanya menarik hati. Yakni para Gus (muda) di Pasuruan, rijalul ghad , pemimpin masa depan di pesantren masing-masing. Lebih menarik lagi mereka mau diskusi soal politik. About substancy of politics. Mereka ingin tahu apa itu politik, karena kata itu kini begitu populer di kalangan pesantren. Saya memandu diskusi itu. Ada Cak Duki (Masduqi Baidlowi, Anggota Komisi I, wasekjen PBNU). Ada pula Pak Bashori Alwi (kepala Dinas Pendidikan Kota). Dikusi berlangsung menarik. Ternyata mereka hebat. Mereka berpikir tentang masa depan pesantren. Bahkan lebih dari itu: membincang tentang masa demokrasi dan politik di Indonesia. Agar lebih tertata dan tak 'bergejolak' tanpa arah seperti saat ini. Merekapun memberi tema: 'Kepemimpinan Pesantren di Tengah Gejolak Politik". Mantap.... Dan Radar Bromo pun memuatnya. Judulnya agak provokatif: "Kembalikan Pesantren pada Fitrahnya"

Obituari Kyai Mukhlason: 'Lentera' Itu Telah Padam

Image
Namanya Kyai Muhlashon. Usianya sebaya dengan ayahandaku, 65-an tahun. Konon mereka berdua, satu pondok nyantri ke Kyai Jazuli, Ploso, Kediri. Karenanya, dia selalu baik padaku. Terasa sekali, kalau dia menganganggapku anak. Walau dia bungkus dengan sebuah penghormatan 'formal' padaku. Dia selalu memposisikan 'bertanya' kepadaku. Hanya karena dia pengurus MWC (pengurus NU di tingkat kecamatan). Sehingga merasa harus bertanya dan 'taat' pada kebijakan Pengurus Cabang. Acapkali aku merasa risih. Bukan hanya karena selisih umur yang hampir separuh, tetapi juga karena beliau syuriyah NU, pemegang kebijakan tertinggi di NU. Bahkan Rois Syuriyah. Sementara aku hanya tanfidziyah (pelaksana), dan itupun hanya sekretaris. Belum lagi, bila diperbandingkan 'jasa' beliau membina ruhani dan syari'at ummat. Waduh, gak ada apa-apanya. Aku hanya sebutir pasir di tengah gurun perjuangan yang dia jalani selama ini. Betapa tidak. Tiap malam, dia mengasuh pengajian ruti

In Memoriam: Selamat Jalan, Riris...

Image
Hampir saja aku tak ingat namanya, apalagi menyebutnya. Hingga sebuah pesan pendek dari sekretarisku masuk. "Pak, Riris meninggal, pagi tadi". Riris... Ya, aku baru ingat. Bukankah dia yang biasa menyiapkan peralatan studio. Dia cakap memasang peralatan syuting, secakap dia memberesi ketika 'take' gambar usai dilaksanakan. Ya, aku juga ingat. Anak itu pendiam. Selalu menunduk, ketika berpapasan denganku. Tersenyum, menjawab dengan ramah, bahkan hanya mampu tersipu ketika aku usil menggojloknya. Setahun kemarin, dia menikah. Aku datang. Aku sengaja menyempatkan waktu untuk datang. Aku harus datang, demi dia, demi kebaikan dia. Aku membalas dedikasi dia pada perusahaan. Dia bekerja atau mengabdi. Hampir tak bisa dibedakan. Dia memang mendapatkan gaji, tapi kecil.... tak sebanding dengan loyalitas dia. Apalagi belakangan aku tahu, dia bekerja sambil menahan sesuatu. Menahan rasa sakit yang dideritanya. Dia tidak pernah bercerita. Dia menyembunyikan sakitnya. Hingga aku t