Skip to main content

Anomali Politik Orang NU...

Aku seneng. Aku patut berterima kasih pada Face Book. Kawan lamaku di pondok Gading, Malang, kirim pesan. Namanya Muhajir. Kami memanggilnya dengan 'Gus Hajir'. Gus santun, yang cenderung pendiam, dan 'alim. "Saya sekarang di Tegal," tulisnya mengawali. Kemudian dia mengajukan dua pertanyaan yang cukup berbobot. Terus terang, saya tak menyangka pertanyaan itu datang dari dia. Apalagi, di penghujung pertanyaannya, dia juga menyampaikan pernyataan dan opininya.
"Njenangan Gusdurian,.. terus pendapatnya tntang PKB sekrang gimana? memang Pak Hakim ndk aktif di partai ya?" Dia kemudian melanjutkan.
"Mnurut Njenengan tentang buku "ilusi negara islam" mmang isinya valid apa ndak?. terus terang bagi sy sendiri ora perduli sapa yang jadi pemimpin, apapun bentuk negaranya, mau negara islam, demokrasi atau sistem diktator sekalian. Yang penting adil. percuma sy milih orang NU tapi moralnya bobrok...."
Aduh... sebuah ironi dia angkat. Sebuah anomali antara NU yang bertrade mark 'jam'iyyah diniyyah-ijtima'iyyah' dengan kebobrokan 'pribadi-pribadi' orang NU, di pentas politik. Dia jujur, dan saya yakin tulus bertanya. Sebagaimana jutaan orang NU dan santri lainnya.
Dengan senang hati, aku menjawabnya. Dengan sebuah kekhawatiran. Jangan-jangan jawabanku tak memuaskannya. Tapi, lebih baik dijawab. Kalau benar dapat pahala dua. Dan kalau salah, semoga masih dapat pahala satu, pahala idkhalus surur (menyenangkan hati orang). hehe...

Dan aku pun mulai menjawab:
Seneng bisa ktemu lagi. PKB sekarang dalam posisi yang kalau dalam Alqur'an dihgambarkan sebagai 'walanabluannakum bi-syai'in minal ju'i walkhaufi, wa naqshin minal amwali wal anfusi wa-tsamarat. Fabashhirish shabirin.. Allah menguji makhluq-Nya dengan beragam ujian (lapar, takut) dan aneka krisis (materi, keselamatan diri dan pangan).
Partai ini visinya udah bener, cuma manajemen dan sistem organisasinya yang harus dibenahi. Gus Dur dan para masyayikh telah menempatkan pondasi yang benar, tentang rumah partai masa depan bagi warga NU. Tinggal terusin, oleh generasi berikutnya.
Aku sekarang tidak di institusi PKB, tapi di PCNU Kabupaten Pasuruan. Alhamdulillah, iso nerusno hidmah seperti ketika jadi pengurus di Ponodok Gading, seperti sampeyan juga.
Soal politik kenegaraan, kita perlu menoleh pada konsepsi negara menurut Islam yang sudah dirumuskan dengan bagus oleh NU, melalui keputusan Muktamar pada 1935 di Banjarmasin. Bahwa Indonesia adalah Darul Islam tempat ummat Islam berada, yang bebas menjalankan syari'at agamanya. Jadi 'tak harus' menjadi negara Islam lagi.
Soal moral bobrok para pemimpin yang 'kebetulan' orang NU, kita harus bilang apa lagi. Jaman Nabi saja, ada orang sebaik Abu Tholib dan Abu Huroiroh, tapi juga ada Abu Jahal dan Abu Lahab. Islam (dan juga NU) adalah seperangkat nilai, yang harus diinstall dalam hati setiap penganutnya. Dan prinsipnya: 'innaka la tahdi man ahbabta, walakinnallah yahdi man yasya'". Bahwa hidayah hanya diberikan pada orang yang dikehendaki Allah, dan bukan kita yang menentukan. Begitu Gus...
Aku belum menjawab soal validitas buku 'Ilusi Negara Islam'. Biarlah Mas Guntur Romli yang menjawabnya sendiri. Gitu aja kok repot. hehe..

Comments

sima antena karangpandan solo 0271 7947140

Popular posts from this blog

Obituari Kyai Mukhlason: 'Lentera' Itu Telah Padam

Namanya Kyai Muhlashon. Usianya sebaya dengan ayahandaku, 65-an tahun. Konon mereka berdua, satu pondok nyantri ke Kyai Jazuli, Ploso, Kediri. Karenanya, dia selalu baik padaku. Terasa sekali, kalau dia menganganggapku anak. Walau dia bungkus dengan sebuah penghormatan 'formal' padaku. Dia selalu memposisikan 'bertanya' kepadaku. Hanya karena dia pengurus MWC (pengurus NU di tingkat kecamatan). Sehingga merasa harus bertanya dan 'taat' pada kebijakan Pengurus Cabang. Acapkali aku merasa risih. Bukan hanya karena selisih umur yang hampir separuh, tetapi juga karena beliau syuriyah NU, pemegang kebijakan tertinggi di NU. Bahkan Rois Syuriyah. Sementara aku hanya tanfidziyah (pelaksana), dan itupun hanya sekretaris. Belum lagi, bila diperbandingkan 'jasa' beliau membina ruhani dan syari'at ummat. Waduh, gak ada apa-apanya. Aku hanya sebutir pasir di tengah gurun perjuangan yang dia jalani selama ini. Betapa tidak. Tiap malam, dia mengasuh pengajian ruti

Sindikasi Media-Media NU

Liberalisasi ekonomi di Indonesia berakibat pada penguasaan sektor strategis oleh pihak swasta terutama swasta asing. Eksistensi kita sebagai bangsa menjadi terancam. Bila tak ada perlindungan memadai dari negara, maka bisa dipastikan rakyat Indonesia akan menjadi obyek langsung liberalisme dan kapitalisme dunia. Salah satu sektor strategis yang hampir sepenuhnya dikuasai swasta (domestik dan asing) adalah sektor media. Oligopoli industri media telah membawa Indonesia pada ancaman serius di bidang kebudayaan mengingat industri media lebih menempatkan aspek bisnis sebagai misi utama mengesampingkan aspek budaya baik berupa norma sosial maupun agama. Sinyalemen Pakar Komunikasi Massa Dennis Mc Quail: conten of the media always reflects who finance them (isi media apa kata siapa pemilik media) benar-benar terbukti. Ketika Media dimiliki oleh kaum kapitalis (sebagian di antaranya kapitalis media internasional), maka pesan yang keluar dari media (cetak, elektronik dan internet) lebih

Televisi dan Cinta Kiai Nizar pada Gus Dur

Malam Ahad, 28 Shafar 1444 Hijriyah, bertepatan 24 September 2022, digelar peringatan 21 tahun wafat KH Nizar Hafidz, Pengasuh PP Hidayatullah, Tampung, Kalirejo, Kecamatan Gondangwetan, Pasuruan. Saya mencoba mengenang sosok istiqamah, sabar, alim, dan sangat mencintai ilmu ini. Semoga menjadi ibarat dan isarat kebaikan bagi kita semua. Kiai Nizar adalah suami Bik Roh, bibi (adik abah) saya, Nyai Hariroh binti KH Birrul Alim. Karenanya, saya memanggil Kiai Nizar dengan Man Nizar. Man Nizar lama mondok di Sidogiri, era Kiai Abdul Jalil, Kiai Abdul Adzim hingga Kiai Kholil. Man Nizar diambil menantu untuk mengembangkan Pondok Tampung oleh Mbah Birrul Alim yang pernah menjadi pengasuh sementara Sidogiri saat transisi kepangasuhan dari Kiai Jalil ke Kiai Kholil Nawawi.  Mbah Birrul Alim sendiri menjadi pengasuh Pondok Tampung, karena sebagai santri senior di Pondok Sidogiri, diambil menantu Mbah Tolchah Tampung, dinikahkan dengan Nyai Masniyah (ibu abah saya, Kiai Muzakki). Begitulah tra