Pesantren Mainstreaming Policy

Hampir 15 tahun reformasi di Indonesia, belum ditemukan tanda-tanda negara dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah secara signifikan mengarusutamakan kepentingan masyarakat pesantren dan warga NU. Fenomena ini terlihat dari penempatan masyarakat hanya sebagai obyek politik terutama jelang kontestasi demokrasi, namun diabaikan ketika sebuah kepemimpinan negara dijalankan selama lima tahun. Kondisi ini membahayakan nasib demokrasi yang menghendaki adanya jaminan bagi terciptanya kemaslahatan bagi masyarakat.

Hal ini menjadi salah satu rekomendasi dalam seminar Nasional 'Pesantren Mainstreaming Policy': Mengarusutamakan Kepentingan Masyarakat Pesantren dalam Kebijakan Daerah yang digelar oleh Lakpesdam NU dan Pimpinan Cabang ISNU Kabupaten Pasuruan, Sabtu (12/1) kemarin di Graha NU Warungdowo, Pasuruan. Seminar yang dihadiri utusan pesantren dan kepengurusan NU se Kabupaten Pasuruan itu menghadirkan Prof. M. Mas'ud Said (Staf Ahli Staf Khusus Presiden RI) dan Prof. Ahmad Erani Yustika (Direktur Indef dan Guru Besar FE Unibraw Malang). 

Prof. Erani menyajikan data, Kabupaten Pasuruan yang merupakan daerah mayoritas berpenduduk masyarakat pesantren, saat ini menunjukkan indikator kesejahteraan yang sangat memprihatinkan. Pendapatan per kapita sangat rendah, hanya Rp 11,6 juta pada 2011 di bawah Jatim (Rp 24 juta) dan nasional (Rp 30 juta). Kemiskinan setara dengan kemiskinan di provinsi Jatim (sekitar 15% pada 2010), sehingga lebih tinggi dari nasional.

Pengangguran terbuka di Pasuruan mengalami kenaikan pada 2011 (4,83%), dibandingkan 2010. Indeks Pembamgunan Manusia menempati 10 IPM terbawah di Jatim. "Untuk Daerah seperti Kabupaten Pasuruan, Data kemiskinan ini menunjukkan kemiskinan masyarakat Pesantren dan Nahdlatul Ulama," tegas profesor lulusan Jerman tersebut. Prof. Erani menganalisis, kondisi ini terjadi, karena pemerintah daerah tidak kreatif dan terjebak dalam zona nyaman dalam penyusunan kebijakan dan anggaran pembangunan.

Sebagaimana di daerah lain, APBD Kabupaten Pasuruan yang nilai 1,5 Triliun masih lebih banyak digunakan untuk belanja tidak langsung, dan hanya sebagian kecil saja yang langsung dibelanjakan untuk program yang langsung menyentuh kemaslahatan masyarakat. "Pesantren dan PCNU harus mampu mendesak pemerintah daerah untuk mengubah cara pandang terhadap pengelolaan anggaran daerah," lanjutnya. 

Sementara Prof. Mas'ud Said mengusulkan agar pemerintah daerah bernasis masyarakat Pesantren seperti Kabupaten Pasuruan, harus secara serius mengarusutamakan kepentingan masyarakat dengan memberikan ruang yang lebih lebar kepada PCNU dan Pesantren. Ada tiga hal yang hatus dilakukan. Pertama, perkuat posisi politik negara dengan mengoptimalkan fungsi DPRD, partai politik dan yudikatif. Kedua, penguatan posisi birokrasi mulai Bupati, Sekda, kepala dinas dan perangkatnya. Ketiga, lakukan penguatan arus utama NU dan pesantren.

"Pengarusutamaan ini bisa melalui revitalisasi fungsi masjid, pondok pesantren dan gerakan Aswaja," jelas guru besar bidang birokrasi pemerintahan lulusan Flinders University ini. Hasil seminar ini akan diajukan kepada PCNU Kabupaten Pasuruan untuk dijadikan dasar bagi perumusan konsep strategis 'Relasi Nahdlatul Ulama dengan Pemerintahan Daerah' yang akan dibahas dalam Musyawarah Kerja Cabang (Muskercab) pada awal bulan depan. "Dengan positioning yang jelas, maka diharapkan PCNU bisa berperan lebih strategis dan berorientasi kemaslahatan ketika berhadapan dengan pemerintah, khususnya jelang pemilihan Bupati seperti saat-saat ini," harap H. Sonhaji Abd. Shomad, Ketua PCNU Kabupaten Pasuruan.

Published by: www.nu.or.id

Comments

Popular posts from this blog

Obituari Kyai Mukhlason: 'Lentera' Itu Telah Padam

PMII dan Visi Besar Para Aktivisnya

Darul Ulum Tetap Jaya, yang Melegenda