Jenaka Pangkal Sehat, Humor Bikin Sembuh

Sembuh tak harus via sentuhan tangan dingin dan resep dokter. Orang pesantren sangat yakin, setiap sakit akan ada obatnya. Kullu Da-in, Dawa-un. Lebih dari itu, bila kebetulan lagi sakit, maka para santri yakin, bahwa dia sedang menjalani ujian Tuhan. Maka kalau Allah yang mengujinya dengan sakit, maka Allah pulalah yang akan menyembuhkan. Di Alqur'an ayatnya begini: Fa idza maridltu, fahuwa yasyfin. Bila aku sakit, maka Allah yang akan menyembuhkan. 

Simpel bukan? Sebagai sub kultur, maka masyarakat santri tampak seperti 'seadanya' soal berobat. Belakangan sudah banyak yang menggunakan pendekatan medis. Walau belum bisa sepenuhnya meninggalkan pengobatan tradisional (jamu dan sejenisnya) serta pengobatan 'alternatif' minta air (suwuk), barakah fatihah dan doa para Kiai.

Seperti kisah ini. Saya mendengarnya sendiri dari Gus Munir, Jombangan Pare Kediri. Kisah tentang seorang santri dari Madura, namanya Saipul menghadap ndalem (kediaman) Kiai dengan membawa ayam jagonya, yang sedang 'kritis'. Jadi yang sakit itu, bukan dia sendiri. Tapi, ayamnya! Beneran? Tanya Gus Munir, sana... hehe...

"Ayam saya mohon didoakan, agar sembuh, Kiai," pintanya memelas, sambil menunduk. Satu butir air mata jatuh menerpa bulu ayam jago di pangkuannya.

Kiai pun iba dibuatnya.
"Ndi, kene...!" jawab Kiai, tanoa babibu lagi, sambil meminta ayam Jago itu.

"Bismillahirrahmanir rahim."
Kiai memulai...

"Tiiik, Pitiiiik. Nek iso waras, waraso. Nek gak iso waras, ndang matio...!"
(Hai Ayam, kalau bisa sembuh, sembuhlah, kalau tidak, ya mati saja!)

Saipul yakin dengan doa dan mantra dari Kiai. Dia memang tak memahami artinya, tapi diam-diam menghafalnya..

Keesokan hari, Saipul datang dengan wajah berbinar. Ayamnya sembuh. Tapi dia mendadak tergambar rona sedih di wajahnya. Kenapa? Dilihatnya Sang Kiao sedang rebahan lemas, di kursi tamu.

"Saya sakit, Pul. Gimana Ayammu?"
"Alhamdulillah. Berkat doa kiai, sekarang sembuh, Kiai."

Saipul pelan-pelan merengsek mendekat ke Kiai yang sedang rebahan. Dan Saipul memberanikan diri membalas kebaikan Kiai.

"Bismillahirrahmanir rahim" Saipul memulai doanya, menirukan sang Kiai, sehari sebelumnya. Walau awalnya kaget, Kiai diam saja, membiarkan Saipul beraksi.

Dengan suara lebih keras, Saipul melanjutkan:

"Tiiik, Pitiiiik. Nek iso waras, waraso. Nek gak iso waras, ndang matio...!"

Kiai tersentak, tak menyangka senjata makan tuannya sendiri.
"Iyo, iyo pul. Aku waras!"
Kiai langsung beranjak dari kursi, bergegas sehat seperti sedia kala.
Dan Saipul pun bahagia walau heran juga, kenapa manteranya semanjur ini.

Tuh, kaan..
Energi humor bisa juga menyembuhkan.

Comments

Popular posts from this blog

Obituari Kyai Mukhlason: 'Lentera' Itu Telah Padam

Darul Ulum Tetap Jaya, yang Melegenda

Pesantren, Mata Rantai Ilmu dan Obsesi Para Shaleh Terdahulu